Menjaga Diri Dari Perbuatan Sihir dan Sejenisnya
MENJAGA DIRI DARI PERBUATAN SIHIR DAM SEJENISNYA
Pertanyaan: Kami mengharapkan penjelasan firman Allah Subhanahu wa Ta’ala tentang perdukunan dan sejenisnya yang meninggalkan jalan Allah Subhanahu wa Ta’ala dan pergi kepada para syetan untuk belajar dari mereka tentang cara memisahkan di antara seseorang dan istrinya:
وَمَاهُم بِضَآرِّينَ بِهِ مِنْ أَحَدٍ إِلاَّ بِإِذْنِ اللَّهِ
Dan mereka itu (ahli sihir) tidak memberi mudharat dengan sihirnya kepada seorangpun, kecuali dengan ijin Allah. [al-Baqarah/2:102]
Bagaimanakah hal itu terjadi? Apakah bahaya itu bisa menimpa orang-orang beriman dan orang orang fasik? Apakah ada jalan untuk menjaga diri dari kejahatan dan bahaya ini, di mana banyak sekali dukun yang menjual kemampuan mereka kepada kalangan awam untuk melakukan hal itu?
Jawaban : Jalan-jalan yang busuk ini termasuk pelayanan terhadap syetan dan melayani orang yang melakukan hal ini, dan persahabatan mereka untuk mereka.
Mereka mempelajari hal itu dari mereka dari jenis sihir, perdukunan, peramal dan tukang tenung dan selain mereka termasuk jenis sya’wadzah. Mereka melakukan hal ini untuk mendapatkan uang dan mengelabui akal manusia. Sehingga orang-orang kagum kepada mereka, lalu berkata: sesungguhnya mereka mengetahui ini dan itu, dan hal ini adalah realita. Allah Subhanahu wa Ta’ala menguji hamba-Nya dengan kesenangan dan kesusahan, mencoba hamba-hamba-Nya dengan orang-orang jahat dan orang-orang baik. Sehingga berbeda orang jujur dari orang yang pendusta, sehingga jelas yang mana waliyullah dan yang mana wali syetan. Sehingga berbeda orang yang menyembah Allah Subhanahu wa Ta’ala dan berusaha untuk keselamatan agamanya, memerangi kufur, nifaq, maksiat dan khurafat, dan orang yang lemah dalam hal itu atau selalu lemah dan malas. Allah Subhanahu wa Ta’ala membedakan manusia dengan cobaan yang diberikan-Nya kepada mereka berupa kesenangan dan kesusahan, kekuasaan musuh dan jihad, sehingga jelas wali-wali Allah Subhanahu wa Ta’ala dari musuh-musuh-Nya yang menentang agama Allah Subhanahu wa Ta’ala. Sehingga jelas orang yang kuat dalam kebenaran dari orang-orang yang lemah. Inilah realita yang tidak diragukan lagi dan menjaga diri dari hal itu sangat dianjurkan. Alhamdulillah, bahkan hukumnya wajib.
Allah Subhanahu wa Ta’ala mensyari’atkan untuk hamba-hamba-Nya untuk menjaga diri dari kejahatan mereka dengan sesuatu yang disyari’atkan Allah Subhanahu wa Ta’ala berupa ta’awwudzat (perlindungan) dan zikir-zikir serta semua sebab-sebab yang dibolehkan, dan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
مَنْ نَزَلَ مَنْزِلاً فَقَالَ: أَعُوْذُ بِكَلِمَاتِ اللهِ التَّامَّاتِ مِنْ شَرِّ مَا خَلَقَّ” لَمْ يَضُرَّهُ شَيْئٌ حَتَّى يَرْتَحِلَ مِنْ مَنْزِلِهِ ذلِكَ
“Barangsiapa yang singgah di satu tempat, lalu ia membaca:
أَعُوْذُ بِكَلِمَاتِ اللهِ التَّامَّاتِ مِنْ شَرِّ مَا خَلَقَّ
(Aku berlindung dengan kalimah-kalimah Allah Subhanahu wa Ta’ala yang sempurna dari kejahatan yang Dia ciptakan’), Niscaya tidak ada yang membahayakannya sampai ia meninggalkan tempat itu.” Dikeluarkan oleh Muslim dalam Shahihnya.
Dan sebagaimana Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
مَنْ قَالَ: بِاسْمِ اللهِ الَّذِي لاَيَضُرُّ مَعَ اسْمِهِ شَيْئٌ فِى اْلأَرْضِ وَلاَ فِى السَّماَءِ وَهُوَ السَّمِيْعُ الْعَلِيْمُ ثَلاَثَ مَرَّاتٍ فِى الْمَسَاءِ لَمْ يَضُرَّهُ شَيْئٌ حَتَّى يُصْبِحَ وَمَنْ قَالَهَا ثَلاَثَ مَرَّاتٍ فِى الصَّبَاحِ لَمْ يَضُرَّهُ شَيْئٌ حَتَّى يُمْسِيَ
Barangsiapa yang membaca:
بِاسْمِ اللهِ الَّذِي لاَيَضُرُّ مَعَ اسْمِهِ شَيْئٌ فِى اْلأَرْضِ وَلاَ فِى السَّماَءِ وَهُوَ السَّمِيْعُ الْعَلِيْمُ
(‘Dengan nama Allah yang tidak ada sesuatu di bumi dan tidak pula di langit yang membahayakan disertai nama-Nya, dan Dia Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.)’ Sebanyak tiga kali di sore hari niscaya tidak ada sesuatu yang membahayakannya hingga pagi hari. Dan barangsiapa yang membacanya tiga kali di pagi hari niscaya tidak ada sesuatu yang membahayakannya hingga sore hari.[1]
Dan sebagaimana Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Barangsiapa yang membaca ayat kursi di saat mau tidur di atas tempat tidurnya niscaya tidak ada sesuatu yang membahayakannya hingga pagi hari.”
Ini adalah karunia Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Dan beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengabarkan bahwa: Siapa yang membaca surah al-Ikhlas, al-Falaq dan an-Naas tiga kali saat mau tidur niscaya tidak ada sesuatu yang membahayakannya.[2]
Maka ia merupakan sebab-sebab keselamatan dari segala keburukan apabila orang beriman membacanya saat mau tidur (tiga kali). Demikian pula setelah shalat lima waktu dan disyari’atkan mengulanginya sebanyak tiga kali setelah shalat fajar dan maghrib, dan hal itu setelah selesai membaca tasbih, tahmid, takbir, dan tahlil. Hal itu termasuk kerunia Allah Subhanahu wa Ta’ala kepada hamba-hamba-Nya dan petunjuk-Nya untuk mereka menuju sebab-sebab kesehatan dan menjaga diri dari kejahatan para musuh.
Dan seperti ini pula termasuk sebab-sebab syar’i, memperbanyak membaca empat kalimat:
سُبْحَانَ اللهِ وَاْلحَمْدُ لِلِه وَلاَإلهَ إِلاَّ اللهُ وَاللهُ أَكْبَرُ
Maha Suci Allah, Segala puji bagi Allah, tiada Ilah (yang berhak disembah) selain Allah, dan Allah Subhanahu wa Ta’ala Maha Besar.
Maka ia termasuk sebab-sebab keselamatan dan kesehatan. Berdasarkan sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam:
أحب الكلام إلى الله أربع: سُبْحَانَ اللهِ وَاْلحَمْدُ لِلِه وَلاَإلهَ إِلاَّ اللهُ وَاللهُ أَكْبَرُ
“Kata-kata yang paling disukai Allah Subhanahu wa Ta’ala ada empat: Maha Suci Allah, Segala puji bagi Allah, tiada Ilah (yang berhak disembah) selain Allah, dan Allah Subhanahu wa Ta’ala Maha Besar.[3] Dikeluarkan oleh Muslim dalam shahihnya.
Seperti ini pula dengan memperbanyak membaca al-Qur`an disertai tadabbur dan memikirkan, memperhatikan perintah Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan melaksanakannya dan meninggalkan maksiat kepada-Nya.
Demikian pula dengan memperbanyak bacaan:
لاَإلهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَشَرِيْكَ لَهُ, لَهُ الْمُلْكُ وَلهُ اْلحَمْدُ وَهُوَ علَى كُلَّ شَيْئٍ قَدِيْرٌ
“Tidak ada Ilah (yang berhak disembah) selain Allah Subhanahu wa Ta’ala saja, tidak ada sekutu baginya. Miliknya kerajaan dan pujian, dan Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu.”
Semuanya termasuk sebab-sebab keselamatan. Diriwayatkan dalam riwayat yang shahih dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam:
من قال: لاَإلهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَشَرِيْكَ لَهُ, لَهُ الْمُلْكُ وَلهُ اْلحَمْدُ وَهُوَ علَى كُلَّ شَيْئٍ قَدِيْرٌ فِى يَوْمٍ مِائَةَ مَرَّةٍ كَانَتْ لَهُ عَدْلُ عَشْرِ رِقَابٍ وَكَتَبَ اللهُ لَهُ مِائَةَ حَسَنَةٍ وَمُحِيَتْ عَنْهُ مِائَةَ سَيِّئَةٍ وَكَانَ فِي حِرْزٍ مِنَ الشَّيْطَانِ يَوْمَهُ ذلِكَ حَتَّى يُمْسِيَ, وَلَمْ يَأْتِ أَحَدٌ بِأَفْضَلَ مِمَّا جَاءَ بِهِ إِلاَّ رَجُلٌ عَمِلَ أَكْثَرَ مِنْ عَمَلِهِ
Barangsiapa yang membaca:
لاَإلهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَشَرِيْكَ لَهُ, لَهُ الْمُلْكُ وَلهُ اْلحَمْدُ وَهُوَ علَى كُلَّ شَيْئٍ قَدِيْرٌ
Seratus kali sehari, niscaya untuknya seperti memerdekakan sepuluh budak, ditulis baginya seratus kebaikan, dihapus darinya seratus kesalahan, dan ia menjadi pendinding baginya dari syetan pada hari itu hingga sore hari. Dan tidak datang seseorang dengan yang lebih utama dari pada yang ia datang kecuali seseorang yang beramal melebih amalnya.”[4] Disepakati shahihnya.
Di antara yang menggabungkan semua kebaikan bagi seorang muslim adalah mempelajari al-Qur`an dan sunnah dalam ucapan dan perbuatan, mengamalkan wasiat yang diberikan Allah Subhanahu wa Ta’ala kepada hamba-hamba-Nya dan Dia menyuruh mereka dengannya dalam kitab-Nya dan sunnah rasul-Nya yang amin. Di antaranya Dia berwasiat kepada hamba-hamba-Nya agar selalu bertaqwa dan memerintahkan dalam ayat-ayat yang sangat banyak. Tidak diragukan lagi, bahwa taqwa adalah wasiat terbesar. Ia adalah wasiat Allah Subhanahu wa Ta’ala dan rasul-Nya Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Ia menggabungkan semua kebaikan.
Di antara pengamalan taqwa adalah memperhatikan al-Qur`an yang tidak datang kepadanya kebatilan di hadapannya dan tidak pula di belakangnya, yang diturunkan dari Yang Maha Bijaksana lagi Maha Terpuji. Allah Subhanahu wa Ta’ala memberi wasiat dengan hal itu dalam firman-Nya:
وَهَذَا كِتَابٌ أَنزَلْنَاهُ مُبَارَكٌ فَاتَّبِعُوهُ وَاتَّقُوا لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ
Dan al-Qur’an itu adalah kitab yang Kami turunkan yang diberkati, maka ikutilah dia dan bertaqwalah agar kamu diberi rahmat, [al-An’aam/6:155]
Dan firman-Nya:
قُلْ تَعَالَوْا أَتْلُ مَاحَرَّمَ رَبُّكُمْ عَلَيْكُمْ أَلاَّتُشْرِكُوا بِهِ شَيْئًا وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا وَلاَتَقْتُلُوا أُوْلاَدَكُم مِّنْ إِمْلاَقٍ نَحْنُ نَرْزُقُكُمْ وَإِيَّاهُمْ وَلاَتَقْرَبُوا الْفَوَاحِشَ مَاظَهَرَ مِنْهَا وَمَابَطَنَ وَلاَتَقْتُلُوا النَّفْسَ الَّتِي حَرَّمَ اللهُ إِلاَّباِلْحَقِّ ذَلِكُمْ وَصَّاكُمْ بِهِ لَعَلَّكُمْ تَعْقِلُونَ * وَلاَتَقْرَبُوا مَالَ الْيَتِيمِ إِلاَّ بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ حَتَّى يَبْلُغَ أَشُدَّهُ وَأَوْفُوا الْكَيْلَ وَالْمِيزَانَ بِالْقِسْطِ لاَنُكَلِّفُ نَفْسًا إِلاَّ وُسْعَهَا وَإِذَا قُلْتُمْ فَاعْدِلُوا وَلَوْكَانَ ذَاقُرْبَى وَبِعَهْدِ اللهِ أَوْفُوا ذَالِكُمْ وَصَّاكُمْ بِهِ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ
Katakanlah:”Marilah kubacakan apa yang diharamkan atas kamu olwh Rabbmu, yaitu: janganlah kamu mempersekutukan sesuatu dengan Dia, berbuat baiklah terhadap kedua orang ibu bapak,dan janganlah kamu membunuh anak-anak kamu karena takut kemiskinan. Kami akan memberi rezki kepadamu dan kepada mereka; dan janganlah kamu mendekati perbuatan-perbuatan yang keji, baik yang nampak diantaranya maupun yang tersembunyi, dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) melainkan dengan suatu (sebab) yang benar”. Demikian itu yang diperintahkan oleh Rabbmu kepadamu supaya kamu memahami(nya). Dan janganlah kamu dekati harta anak yatim, kecuali dengan cara yang lebih bermanfa’at, hingga sampai ia dewasa. Dan sempurnakanlah takaran dan timbangan dengan adil. Kami tidak memikulkan beban kepada seseorang melainkan sekedar kesanggupannya. Dan apabila kamu berkata, maka hendaklah kamu berlaku adil kendatipun dia adalah kerabat(mu, dan penuhilah janji Allah. Yang demikian itu diperintahkan Allah kepadamu agar kamu ingat. [al-An’aam/6:151-152]
Kemudian setelah itu:
وَأَنَّ هَذَا صِرَاطِي مُسْتَقِيمًا فَاتَّبِعُوهُ وَلاَتَتَّبِعُوا السُّبُلَ فَتَفَرَّقَ بِكُمْ عَنْ سَبِيلِهِ ذَالِكُمْ وَصَّاكُمْ بِهِ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ
dan bahwa (yang Kami perintahkan) ini adalah jalan-Ku yang lurus, maka ikutilah dia; dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan (yang lain), karena jalan-jalan itu mencerai-beraikan kamu dari jalan-Nya. Yang demikian itu diperintahkan Allah kepadamu agar kamu bertaqwa. [al-An’aam/6:153]
Pertama, Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman: لَعَلَّكُمْ تَعْقِلُون, kemudian berfirman: لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ Kemudian berfirman: لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ
Hikmah dalam hal itu adalah seperti yang dikatakan segolongan ahli tafsir: sesungguhnya apabila manusia memikirkan sesuatu yang diciptakan untuknya dan yang diperintahkan dengannya, serta yang dikhithab dengannya, memperhatikan dan merenungkan, niscaya ia mendapatkan pelajaran yang wajib baginya dan yang harus ditinggalkan. Setelah itu, taqwa adalah dengan melaksanakan perintah dan menjauhi segala larangan. Dengan demikian, sempurnalah bagi hamba memperhatikan dengan yang dia baca, atau dengan yang dia dengar. Sesungguhnya ia memulai dengan memikirkan, kemudian mengamalkan dan itulah tujuannya.
Wasiat dengan Kitabullah secara ucapan dan perbuatan mengandung pengertian berdakwah kepadanya, mempertahankannya/membelanya, dan mengamalkannya. Karena ia adalah kitabullah yang siapa saja yang berpegang dengannya niscaya ia selamat dan barangsiapa yang menyimpang darinya niscaya binasa.
Diriwayatkan dalam hadits yang shahih dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, dari hadits Abdullah bin Abi Aufa: Sesungguhnya Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam berwasiat dengan Kitabullah. Dan hal itu ketika Abdullah bin Abi Aufa ditanya: ‘Apakah Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah memberi wasiat?’ Ia menjawab: ‘Ya, beliau berwasiat dengan kitabullah.’[5] Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam berwasiat dengan kitabullah, karena ia mengumpulkan semua kebaikan.
Di dalam shahih Muslim, dari Jabir rad, bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam berwasiat dalam haji wada` dengan Kitabullah, beliau bersabda:
إِنِّي تَارِكٌ فِيْكُمْ مَا لَنْ تَضِلُّوا إِنِ اعْتَصَمْتُمْ بِهِ كِتَابُ اللهِ, مَنْ تَمَسَّكَ بِهِ نَجَا وَمَنْ أَعْرَضَ عَنْهُ هَلَكَ.
“Sesungguhnya aku meninggalkan padamu yang kamu tidak akan tersesat jika kamu berpegang dengannya; Kitabullah. Barangsiapa yang berpegang dengannya niscaya selamat dan barangsiapa yang berpaling darinya niscaya binasa.”[6]
Dan dalam Shahih Muslim pula, dari Zaid bin Arqam Radhiyallahu anhu, sesungguhnya Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
إِنِّي تَارِكٌ فِيْكُمْ ثَقَلَيْنِ أَوَّلُهُمَا كِتَابُ اللهِ فِيْهِ الْهُدَى وَالنُّوْرُ فَخُذُوا بِكِتَابِ اللهِ وَتَمَسَّكُوْا بِهِ.
“Sesungguhnya aku meninggalkan padamu dua yang berat; yang pertama adalah Kitabullah yang mengandung petunjuk dan cahaya, maka ambillah dengannya dan berpegang teguhnya dengannya.”
Maka beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam mendorong kepada Kitabullah, kemudian beliau bersabda:
وَأَهْلَ بَيْتِي أُذَكِّرُكُمْ بِاللهِ فِى أَهْلِ بَيْتِي أُذَكِّرُكُمْ بِاللِه فِى أَهْلِ بَيْتِي
“Dan ahli bait-ku, aku ingatkan kalian kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala pada ahli bait-ku, kuingatkan kalian pada ahli bait-ku.’[7]
Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam berpesan dengan Kitabullah, sebagaimana Allah Subhanahu wa Ta’ala berwasiat/berpesan dengan Kitab-Nya. Kemudian wasiat dengan Kitabullah adalah wasiat dengan sunnah, karena al-Qur`an berwasiat dengan sunnah dan menyuruh mengagungkannya, maka wasiat dengan Kitabullah merupakan wasiat dengan sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan keduanya adalah tsaqalaan (dua yang berat). Keduanya ada dasar yang tidak ada pilihan lain selain darinya. Siapa yang berpegang dengannya niscaya selamat dan siapa yang menyimpang niscaya ia binasa. Dan barangsiapa yang mengingkari salah satu darinya ia menjadi kafir kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, halal darah dan hartanya. Dan disebutkan dalam riwayat yang lain:
إَنِّي تَارِكٌ فِيْكُمْ مَا لَنْ تَضِلُّوا إِنِ اعْتَصَمْتُمْ بِهِ كِتَابُ اللهِ وَسُنَّتِي
“Sesungguhnya aku meninggalkan padamu yang membuatmu tidak akan tersesat selama tetap berpegang dengannya; Kitabullah dan sunnahku.”[8] Dikeluarkan oleh al-Hakim dengan sanad yang jayyid.
Kamu telah mengetahui wahai muslim, bahwa wasiat dengan Kitabullah dan perintah dengan Kitabullah merupakan wasiat dengan sunnah dan perintah dengan sunnah, karena Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
وَأَقِيمُوا الصَّلاَةَ وَءَاتُوا الزَّكَاةَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ
Dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat, dan ta’atlah kepada rasul, supaya kamu diberi rahmat. [an-Nuur/24:56]
Dan firman-Nya:
وَمَآءَاتَاكُمُ الرَّسُولُ فَخُذُوهُ وَمَانَهَاكُمْ عَنْهُ فَانتَهُوا
Apa yang diberikan Rasul kepadamu maka terimalah dia.Dan apa yang dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah; [al-Hasyr/59 :7]
Dan firman-Nya pula:
مَّن يُطِعِ الرَّسُولَ فَقَدْ أَطَاعَ اللهَ وَمَن تَوَلَّى فَمَآأَرْسَلْنَاكَ عَلَيْهِمْ حَفِيظًا
Barangsiapa yang menta’ati Rasul itu, sesungguhnya ia telah menta’ati Allah. Dan barangsiapa yang berpaling (dari ketaatan itu), maka Kami tidak mengutusmu untuk menjadi pemelihara mereka. [an-Nisaa/4 :80]
Banyak sekali ayat-ayat yang Allah Subhanahu wa Ta’ala menyuruh padanya untuk taat kepada-Nya dan kepada Rasul-Nya Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dan ilmu yang bermanfaat adalah yang diambil dari keduanya. Inilah yang disebut ilmu. Ilmu adalah firman Allah Subhanahu wa Ta’ala dan sabda rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, serta yang datang dari para sahabat, karena mereka adalah yang paling mengerti dengan Kitabullah dan paling mengetahui tentang sunnah. Pengambilan hukum dari ucapan mereka membantu penuntut ilmu dan menuntun penuntut ilmu kepada pemahaman yang benar tentang Allah Subhanahu wa Ta’ala dan Rasul-Nya. Kemudian dibantu dengan ucapan para ulama dari kalangan tabiin dan tabiit tabiin dan para ulama sesudahnya. Seperti ini pula para ulama bahasa, ucapan mereka membantu memahami Kitabulllah dan sunnah rasul-Nya.
Penuntut ilmu harus memperhatikan Kitabullah dan sunnah Rasul-Nya, dan untuk memahaminya dibantu dengan ucapan para ulama yang mengutip ucapan para sahabat dan para ulama sesudah mereka yang termaktub di dalam tafsir dan hadits, untuk memahami makna-makna al-Qur`an, lalu ia mempelajarinya, mengamalkannya dan mengajarkannya kepada manusia, karena hal itu mengandung pahala besar dan ganjaran yang agung. Di antaranya sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam:
خَيْرُكُمْ مَنْ تَعَلَّمَ الْقُرْآنَ وَعَلَّمَهُ
“Sebaik-baik kalian adalah yang mempelajari al-Qur`an dan mengajarkannya.”[9]
Dan sabdanya:
مَنْ سَلَكَ طَرِيْقًا يَلْتَمِسُ فِيْهِ عِلْمًا سَهَّلَ اللهُ لَهُ بِهِ طَرِيْقًا إِلَى الْجَنَّةِ
“Barangsiapa yang menempuh satu perjalanan untuk mencari ilmu niscaya Allah Subhanahu wa Ta’ala memudahkan baginya jalan menuju surga.”[10]
Dan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam sangat mendorong untuk menghapal/menjaga Kitabullah dan memikirkan makna-maknanya, karena hal itu mengandung pahala besar, seperti sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam:
مَنْ قَرَأَ حَرْفًا مِنَ الْقُرْآنِ فَلَهُ بِهِ حَسَنَةٌ وَاْلحَسَنَةُ بِعَشْرِ أَمْثَالِهَا
“Barangsiapa yang membaca satu huruf al-Qur`an maka untuknya satu kebaikan dan satu kebaikan dibalas dengan sepuluh kebaikan.[11]
Dan sabdanya Shallallahu ‘alaihi wa sallam:
اِقْرَأُوْا الْقُرْآنَ فَإِنَّهُ يَأْتِي شَفِيْعًا لِأَصْحَابِهِ
“Bacalah al-Qur`an, ia datang di hari kiamat memberi syafaat bagi ashhabnya.’[12] Dikeluarkan oleh Muslim dalam shahihnya.
Dan ashhabnya adalah yang mengamalkanya, sebagaimana disebutkan dalam hadits yang lain: yaitu sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam:
يأتي القرآنُ وأهلُه الذين كانوا يعملونَ به في الدنيا، تَقْدُمُهُ سورةُ البقرةِ وآلُ عِمْرانَ، يأتِيانِ كأنهما غَيابَتانِ
“Didatangkan dengan al-Qur`an di hari kiamat, dan ahlinya yang mengamalkannya dibawa oleh surah al-Baqarah dan Ali Imran, seolah-olah dua awan atau naungan yang hitam, …”
Dikeluarkan oleh Muslim dalam shahihnya. Dan ayat-ayat dan hadits-hadits yang menunjukkan keutamaan al-Qur`an dan mengamalkannya, dan keutamaan sunnah dan menjaganya sangat banyak.
Maka kita memohon kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan asma-Nya yang indah dan sifat-Nya yang tinggi agar memberi taufik kepada kita dan kaum muslimin untuk berpegang teguh dengan kitab-Nya dan sunnah rasul-Nya, serta mengamalkan keduanya. Sesungguhnya Dia Maha Pemurah lagi Maha Mulia.
Majmu Fatawa wa Maqalat Mutanawwi’ah 8/150-156
TATA CARA MENGOBATI PENYAKIT JIWA
Pertanyaan: Kami mempunyai saudara tua yang taat beragama; shalat, puasa, umrah, membaca al-Qur`an, menjaga shalat jamaah di masjid, menghadiri majelis zikir. Tiba-tiba kondisinya berubah 180 derajat, ia menjadi tidak shalat, tidak membaca al-Qur`an dan tidak menghadiri majelis zikir. Ia duduk sendirian di kamarnya, sampai ia tidak pergi ke tempat kerjanya. Berilah penjelasan kepada saya, apa yang harus saya lakukan terhadap saudara tua saya ini. Semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala membalaskan kebaikan untukmu.
Jawaban: yang disyari’atkan adalah mengobati dengan pengobatan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan pengobatan yang dikenal para ahli jiwa yang tidak bertentangan dengan syari’at yang suci. Berdasarkan sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam:
مَا أَنْزَلَ اللهُ دَاءً إِلاَّ أَنْزَلَ لَهُ شِفَاءً
“Allah Subhanahu wa Ta’ala tidak menurunkan penyakit kecuali menurunkan obat untuknya.”[13]
Dan sabdanya:
لِكُلِّ دَاءٍ دَوَاءٌ فَإِذَا أُصِيْبَ دَوَاءُ الدَّاءِ بَرأَ بِإِذْنِ اللهِ
“Setiap penyakit ada obatnya, apabila sudah ditemukan obat satu penyakit niscaya ia sembuh dengan ijin Allah Subhanahu wa Ta’ala.”[14] Dikeluarkan oleh Muslim dalam shahihnya.
Dan sabdanya Shallallahu ‘alaihi wa sallam:
عِبَادَ اللهِ تَدَاوَوْا وَلاَ تَدَاوَوْا بِالْحَرَامِ
“Wahai hamba Allah, berobatlah dan janganlah berobat dengan yang haram.”[15]
Di antara sebab-sebab yang bermanfaat untuk ini dan semisalnya: membawanya kepada dokter ahli yang beriman dan bertaqwa, semoga mereka mengetahui sebab-sebab penyakitnya dan pengobatannya. Semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala menyembuhkannya dari apa yang dideritanya, dan semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala menolongmu untuk mengobatinya dengan sesuatu yang berguna untuknya, dan Allah Subhanahu wa Ta’ala membuka penyakitnya. Sesungguhnya Dia Maha Pemurah lagi Maha Mulia.
Majmu Fatawa 9/410
[Disalin dari الوقاية من السحر Penulis Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz -rahimahullah- , Penerjemah : Muhammad Iqbal A. Gazali, Editor : Eko Haryanto Abu Ziyad. Maktab Dakwah Dan Bimbingan Jaliyat Rabwah. IslamHouse.com 2010 – 1431]
______
Footnote
[1] Ahmad 476.
[2] Ahmad 27828, Abu Daud, kitab adab, bab yang dibaca di pagi hari no. 5082, at-Tirmidzi, kitab da’awat, bab menantikan kemudahan, no. 3575 dan an-Nasa`i kitab isti’adzah bab 1 no. 5428.
[3] HR. Muslim, kitab adab, bab dibenci memberi nama dengan nama yang jelek no. 2137.
[4] HR. al-Bukhari, kitab permulaan makhluk, sifat iblis dan tentaranya no. 3293 dan Muslim, kitab zikir dan doa, bab keutamaan tahlil dan tasbih no. 2691.
[5] HR. al-Bukhari, kitab keutamaan al-Qur`an, bab wasiat dengan Kitabullah, no. 5022, dan Muslim, kitab wasiat, bab meninggalkan wasiat bagi yang tidak ada sesuatu baginya. No. 1634.
[6] HR. Muslim, kitab haji, bab haji Nabi saw, no. 1218.
[7] HR. Muslim, kitab keutamaan sahabat, bab keutamaan Ali bin Abi Thalib rad no. 2408.
[8] HR. al-Hakim dalam al-Mustadrak 1/172.
[9] HR. al-Bukhari 5027.
[10] HR. Muslim 2699.
[11] HR. at-Tirmidzi 2910.
[12] HR. Muslim 803
[13] HR. al-Bukhari: 5678
[14] HR. Muslim 2204
[15] HR. Abu Daud 3874
Artikel asli: https://almanhaj.or.id/59754-menjaga-diri-dari-perbuatan-sihir-dan-sejenisnya.html