Beranda | Artikel
Aqiqah
Sabtu, 14 Agustus 2004

AQIQAH

Oleh
Syaikh Abdul Azhim bin Badawi al-Khalafi

Definisi ‘Aqiqah
Al-‘Aqiqah ( اَلْعَقِيْقَةُ ) dengan huruf ‘ain yang difat-hahkan adalah satu nama untuk sesuatu yang disembelih karena kelahiran anak.

Hukum ‘Aqiqah
‘Aqiqah hukumnya wajib bagi seorang ayah yang dilahirkan baginya seorang anak. Untuk anak laki-laki (‘aqiqahnya dengan menyembelih) dua ekor kambing dan untuk anak perempuan seekor kambing.

Dari Sulaiman bin ‘Amir ad-Dhabiy, ia berkata, “Aku pernah mendengar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

مَعَ الْغُلاَمِ عَقِيْقَةٌ، فَأَهْرِيْقُوْا عَنْهُ دَمًا، وَأُمِيْطُوْا عَنْهُ اْلأَذَى.

Bersama (kelahiran) seorang anak laki-laki (ada kewajiban) ‘aqiqah, dialirkan atas kelahirannya darah (hewan kurban), dan dihilangkan kotoran yang ada padanya.’” [1]

Dan dari ‘Aisyah Radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata,

أَمَرَنَا رَسُوْلُ اللهِ أَنْ نَعُقَّ عَنِ الْغُلاَمِ شَاتَيْنِ، وَعَنِ الْجَارِيَةِ شَاةً.

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan kami menyembelih dua ekor kambing ‘aqiqah untuk seorang anak laki-laki dan satu ekor kambing ‘aqiqah untuk seorang anak perempuan.” [2]

Dan dari al-Hasan dari Samurah dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda:

اَلْغُلاَمُ مُرْتَهَنٌ بِعَقِيقَتِهِ يُذْبَحُ عَنْهُ يَوْمَ السَّابِعِ، ويُحْلَقُ رَأْسُهُ ويُسَمَّى.

Semua anak (yang lahir) tergadaikan dengan ‘aqiqahnya, disembelihkan (kambing ‘aqiqah) untuknya pada hari ketujuh, dicukur rambutnya dan diberi nama.” [3]

Waktu ‘Aqiqah
Disunnahkan menyembelih ‘aqiqah pada hari ketujuh dari hari kelahirannya, apabila hari ketujuh itu luput, maka pada hari keempat belas dan apabila hari keempat belas itu luput, maka pada hari ke dua puluh satu.

Dari Buraidah dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda:

اَلْعَقِيْقَةُ تُذْبَحُ لِسَبْعٍ، أَوْ ِلأَرْبَعَ عَشَرَةَ، أَوْ ِلإِحْدَى وَعِشْرِيْنَ.

“‘Aqiqah disembelih pada hari ketujuh atau hari keempat belas atau hari kedua puluh satu.”[4]

Hal-Hal Yang Disunnahkan Untuk Dilaksanakan Yang Merupakan Hak Anak Yang Dilahirkan

1. Mentahniknya
Dari Abu Musa Radhiyallahu ‘anhu, ia berkata.

وُلِدَ لِي غُلاَمٌ، فَأَتَيْتُ بِهِ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَسَمَّاهُ إِبْرَاهِيْمَ، فَحَنَّكَهُ بِتَمْرَةٍ، وَدَعَا لَهُ بِالْبِرَكَةِ؛ وَدَفَعَهُ إِلَيَّ.

Aku dianugerahi seorang anak, kemudian aku membawanya kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka beliau menamainya dengan Ibrahim, mentahniknya• dengan kurma serta mendo’akannya agar ia diberkahi. Kemudian beliau menyerahkannya kembali kepadaku.’”

Bayi itu adalah anak Abu Musa yang paling besar.[5]

2. Mencukur rambutnya pada hari ketujuh dan bersedekah dengan perak seberat rambut yang dicukur
Dari al-Hasan dari Samurah dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda:

اَلْغُلاَمُ مُرْتَهَنٌ بِعَقِيْقَتِهِ يُذْبَحُ عَنْهُ يَوْمَ السَّابِعِ، ويُحْلَقُ رَأْسُهُ ويُسَمَّى.

Semua anak (yang lahir) tergadaikan dengan ‘aqiqahnya, disembelihkan (kambing ‘aqiqah) untuknya pada hari ketujuh, dicukur rambutnya dan diberi nama.” [6]

Dari Abu Rafi’ bahwasanya Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda kepada Fathimah ketika ia melahirkan al-Hasan:

اِحْلِقِي رَأْسَهُ وَتَصَدَّقِي بِوَزْنِ شَعَرِهِ مِنْ فِضَّةٍ عَلَى الْمَسَاكِيْنِ.

Cukurlah rambutnya dan bersedekahlah dengan perak seberat rambutnya (yang dicukur) kepada orang-orang miskin.”[7]

3. Dikhitan pada hari ketujuh
Berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh Imam ath-Thabrani dalam kitab al-Mu’jamush Shaghiir. [8]

Dari Jabir Radhiyallahu ‘anhu:

أَنَّ رَسُوْلَ اللهِصَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ  عَقَّ عَنِ الْحَسَنِ وَالْحُسَيْنِ، وَخَتَنَهُمَا لِسَبْعَةِ أَيَّامٍ.

Bahwasanya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengadakan ‘aqiqah karena kelahiran al-Hasan dan al-Husain dan mengkhitan keduanya pada hari yang ketujuh.

Dan juga hadits yang beliau riwayatkan dalam al-Aushath. [9]

Dari Ibnu ‘Abbas Radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata:

سَبْعَةٌ مِنَ السُّنَّةِ فِي الصَّبِيِّ يَوْمَ السَّابِعِ: يُسَمَّى، وَيُخْتَنُ وَيُمَاطُ عَنِ اْلأَذَى، وَتُثْقَبُ أُذُنُهُ، وَيُعَقَّ عَنْهُ، وَيُحْلَقُ رَأْسُهُ، وَيُلْطَخُ بِدَمِ عَقِيْقَتِهِ، وَيُتَصَدَّقُ بِوَزْنِ شَعْرِهِ رَأْسِهِ ذَهَبًا أَوْ فِضَّةً.

Tujuh hal yang termasuk Sunnah bagi bayi pada hari ketujuh adalah; (1) diberi nama, (2) dikhitan dan dihilangkan kotoran darinya, (3) dilubangi daun telinganya, (4) di‘aqiqahi, (5) dicukur rambutnya, (6) dilumuri darah hewan ‘aqiqahnya, dan (7) bersedekah dengan emas atau perak seberat rambutnya.”

[Disalin dari kitab Al-Wajiiz fii Fiqhis Sunnah wal Kitaabil Aziiz, Penulis Syaikh Abdul Azhim bin Badawai al-Khalafi, Edisi Indonesia Panduan Fiqih Lengkap, Penerjemah Team Tashfiyah LIPIA – Jakarta, Penerbit Pustaka Ibnu Katsir, Cetakan Pertama Ramadhan 1428 – September 2007M]
_______
Footnote
[1]. Shahih: [Shahiih Sunan Ibni Majah (no. 2562)], Shahiih al-Bukhari (IX/590, no. 5472), Sunan Abi Dawud (VIII/41, no. 2822), Sunan at-Tirmidzi (III/35, no. 1551), Sunan an-Nasa-i (VII/164).
[2]. Shahih: [Shahiih Sunan Ibni Majah (no. 2561)], Sunan Ibni Majah (II/1056, no. 3163), Sunan at-Tirmidzi (III/35, no. 1549).
[3]. Shahih: [Shahiih al-Jaami’ish Shaghiir (no. 2563)], Sunan Ibni Majah (II/1056, no. 3165), Sunan Abi Dawud (VIII/38, no. 2821), Sunan at-Tirmidzi (III/38, no. 1559), Sunan an-Nasa-i (VII/166).
[4]. Shahih: [Shahiih al-Jaami’ish Shaghiir (no. 4132)], al-Baihaqi (IX/303).
• Tahnik adalah memberikan kurma yang telah dihaluskan dan mengoleskan-nya pada langit-langit mulut bayi yang baru lahir.-pent.
[5]. Muttafaq ‘alaih: Shahiih al-Bukhari (IX/587, no. 5467) lafazh hadits di atas adalah milik beliau, Shahiih Muslim (III/1690, no. 2145) tanpa perkataannya: “Serta mendo’akannya,” dan seterusnya.
[6]. Hadits ini telah ditakhrij.
[7]. Hasan: [Irwaa-ul Ghaliil (no. 1175)], Ahmad (VI/395), al-Baihaqi (IX/304).
[8]. Ath-Thabrani dalam ash-Shaghiir (II/122, no. 891), al-Baihaqi (VIII/328).
[9]. Ath-Thabrani dalam al-Ausath (I/334, no. 562) dibawakan oleh asy-Syaikh al-Albani dalam kitab Tamaamul Minnah (hal. 68). Walaupun kedua hadits ini dha’if namun masing-masing saling menguatkan yang lainnya, sebab jalan periwayatannya berbeda dan dalam sanadnya tidak ada perawi yang tertuduh (pendusta).
Satu hal yang perlu diingatkan bahwa dilarang melumurkan darah hewan sembelihan pada bayi.


Artikel asli: https://almanhaj.or.id/982-aqiqah.html