Beranda | Artikel
Fikih Salat Sunah Rawatib Zuhur
2 hari lalu

Salat sunah rawatib Zuhur merupakan salah satu amalan yang memiliki keutamaan besar dalam Islam. Sebagai amalan tambahan yang mengiringi salat fardu, salat ini menjadi sarana untuk menyempurnakan kekurangan yang mungkin terjadi dalam pelaksanaan salat wajib. Tidak hanya sekadar tambahan, salat sunah rawatib Zuhur juga memiliki keutamaan-keutamaan lainnya.

Dalam artikel ini, kita akan mengulas keutamaan, tata cara, dan ketentuan salat sunah rawatib Zuhur, serta bagaimana mengatasinya jika seseorang terlewat melaksanakan salat qabliyah atau ba’diyah Zuhur.  Semoga Allah memberikan taufik kepada kita semua.

Di antara hikmah salat rawatib

Ibnu Daqiq Al-‘Id rahimahullah memberikan penjelasan yang indah tentang hikmah mendahulukan salat sunah sebelum salat wajib (rawatib qabliyah) dan setelahnya (rawatib ba’diyah). Ia rahimahullah berkata, “Adapun mendahulukan salat sunah sebelum salat wajib, hal ini karena jiwa yang disibukkan dengan urusan dunia biasanya jauh dari keadaan khusyuk dan hadirnya hati, yang merupakan inti dari ibadah. Maka, jika salat sunah dilakukan sebelum salat wajib, jiwa akan menjadi akrab dengan ibadah dan cenderung lebih dekat pada keadaan khusyuk.

Sedangkan pelaksanaan salat sunah setelah salat wajib, hal ini berdasarkan bahwa salat sunah dapat menutupi kekurangan yang ada pada salat wajib. Maka, setelah salat wajib ditunaikan, dianjurkan untuk dilanjutkan dengan sesuatu yang bisa memperbaiki kekurangan yang mungkin terjadi dalam pelaksanaannya.” [1]

Keutamaan salat sunah rawatib Zuhur

Selain keutamaan-keutamaan umum yang berkaitan dengan salat sunnah, misalkan memperoleh kedudukan yang tinggi di surga, salat sunah rawatib Zuhur memiliki keutamaan khusus, sebagaimana diterangkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Di antaranya adalah:

Perlindungan dari api neraka

Dari Ummu Habibah, beliau berkata, “Aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

من حافظ على أربع ركعات قبل الظهر وأربع بعدها، حرمه الله على النار

Barangsiapa yang menjaga empat rakaat sebelum Zuhur dan empat rakaat setelahnya, Allah akan mengharamkannya dari api neraka.‘ ” (HR. Tirmidzi no. 428 dan Ibnu Majah no. 1160. Disahihkan oleh Al-Albani)

Mendapatkan rumah di surga

Hadis lain dari Ummu Habibah, beliau berkata, “Aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

ما من عبدٍ مسلمٍ يصلِّي للهِ تعالى في كلِّ يومٍ ثِنْتي عشرةَ ركعةً تطوُّعًا غيرَ فريضةٍ إلا بنى اللهُ تعالى له بيتًا في الجنَّةِ ، أو : إلا بُنِيَ له بيتٌ في الجنَّةِ :أربعًا قبلَ الظهرِ ، و ركعتَين بعدَها ، و ركعتَين بعد المغربِ ، و ركعتَين بعد العشاءِ ، و ركعتَين قبلَ صلاةِ الغَداةِ.

Tidaklah seorang hamba muslim yang melaksanakan dua belas rakaat setiap hari selain dari salat fardu, kecuali Allah akan membangunkan untuknya sebuah rumah di surga, yaitu empat rakaat sebelum Zuhur, dua rakaat setelah Zuhur, dua rakaat setelah Magrib, dua rakaat setelah Isya, dan dua rakaat sebelum fajar.‘ ” (HR. Tirmidzi no. 415. Disahihkan oleh Al-Albani)

Tata cara salat sunah rawatib Zuhur

Salat sunah rawatib Zuhur dapat dilakukan dengan beberapa cara:

Pertama: Empat rakaat sebelum Zuhur dan empat rakaat setelahnya.

Kedua: Empat rakaat sebelum Zuhur dan dua rakaat setelahnya.

Ketiga: Dua rakaat sebelum Zuhur dan dua rakaat setelahnya.

Cara mana pun yang dipilih seorang muslim dengan niat untuk melaksanakan salat rawatib Zuhur, maka hal itu dianggap cukup dan ia telah menunaikan sunah ini. Berikut adalah dalil-dalil yang menunjukkan disyariatkannya cara-cara tersebut:

Pertama: HR. Tirmidzi no. 428 dan Ibnu Majah no. 1160 (disahihkan oleh Al-Albani), sebagaimana telah disebutkan di atas. Hadis ini menunjukkan dianjurkannya melaksanakan empat rakaat sebelum Zuhur dan empat rakaat setelahnya.

Kedua: Hadis dari Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma, “Aku hafal dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam sepuluh rakaat selain dari salat wajib, yaitu dua rakaat sebelum Zuhur, dua rakaat setelah Zuhur, dua rakaat setelah Magrib, dua rakaat setelah Isya, dan dua rakaat sebelum fajar.” (HR. Bukhari no. 1180 dan Muslim no. 729)
Hadis ini menunjukkan dianjurkannya melaksanakan dua rakaat sebelum Zuhur dan dua rakaat setelahnya.

Ketiga: HR. Tirmidzi no. 415 di pembahasan sebelumnya (disahihkan oleh Al-Albani), menunjukkan dianjurkannya melaksanakan empat rakaat sebelum Zuhur dan dua rakaat setelahnya.

Keempat: Demikian juga, hadis dari Abdullah bin Syaqiq, ia berkata, “Aku bertanya kepada Aisyah tentang salat sunah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.” Aisyah menjawab,

كان يصلي في بيتي قبل الظهر أربعاً، ثم يخرج فيصلي بالناس، ثم يدخل فيصلي ركعتين، …

Beliau melaksanakan empat rakaat sebelum Zuhur di rumahku, kemudian keluar untuk melaksanakan salat bersama orang-orang, lalu masuk kembali dan melaksanakan dua rakaat. … ” (HR. Muslim no. 730)

Hadis ini menunjukkan disyariatkannya melaksanakan empat rakaat sebelum Zuhur dan dua rakaat setelahnya. [2]

Waktu pelaksanaan

Salat sunah yang dilakukan sebelum salat fardu (rawatib qabliyah), waktunya dimulai sejak masuknya waktu salat fardu hingga ikamah dikumandangkan apabila dilaksanakan berjemaah. Sebab, ketika ikamah telah dikumandangkan, maka tidak ada lagi salat selain salat fardu, karena salat fardu selalu didahulukan atas salat sunah jika terjadi benturan waktu. Kecuali, jika seseorang yakin bahwa ia bisa menyelesaikan salat sunah dan tetap dapat mengikuti salat berjemaah bersama imam, maka tidak mengapa ia melaksanakan salat sunah tersebut. Jika seseorang melaksanakan salat secara sendiri (tidak berjemaah), maka waktu salat sunah terus berlanjut hingga ia memulai salat fardu.

Lebih utama bagi seseorang ketika ikamah dikumandangkan untuk langsung bergabung dalam salat fardu bersama imam, dan ia dapat melaksanakan salat sunah setelah selesai salat fardu. Hal ini berlaku pada semua salat sunah sebelum fajar dan sebelum Zuhur.

Adapun sunah (rawatib) ba’diyah (seperti sunah ba’diyah Zuhur, Magrib, dan Isya), waktu pelaksanaannya dimulai setelah selesainya salat fardu hingga habisnya waktu salat tersebut dan masuknya waktu salat berikutnya. Jika waktu salat fardu telah habis dan salat sunah ba’diyah belum dikerjakan, maka sunah ba’diyah tersebut dianggap terlewat (qada). [3]

Apakah boleh menunda salat sunah qabliyah dari salat Zuhur?

Para ulama berbeda pendapat dalam hal ini:

Pertama: Sebagian ulama berpendapat bahwa waktu salat sunah berakhir ketika ikamah salat fardu dikumandangkan, jika salat dilaksanakan secara berjemaah. Ini sesuai dengan penjelasan sebelumnya.

Kedua: Ulama lain memperbolehkan menunda pelaksanaan salat sunah qabliyah dari salat Zuhur, bahkan tanpa alasan khusus, karena waktu salat sunah berakhir bersamaan dengan berakhirnya waktu salat fardu Zuhur. Namun, lebih utama untuk melaksanakan salat sunah sebelum salat Zuhur.

Syekh Zakariya Al-Anshari mengatakan,

(‌وَلَا ‌تُقَدَّمُ ‌الرَّوَاتِبُ ‌اللَّاحِقَةُ) ‌لِلْفَرَائِضِ ‌عَلَيْهَا؛ لِأَنَّ وَقْتَهَا إنَّمَا يَدْخُلُ بِفِعْلِهَا (وَتُؤَخَّرُ) عَنْهَا (السَّابِقَةُ) عَلَيْهَا (جَوَازًا لَا اخْتِيَارًا) لِامْتِدَادِ وَقْتِهَا بِامْتِدَادِ وَقْتِ الْفَرَائِضِ، وَقَدْ يَخْتَارُ تَأْخِيرَهَا كَمَنْ حَضَرَ، وَالصَّلَاةُ تُقَامُ.

Salat rawatib yang datang setelah salat fardu tidak boleh didahulukan, karena waktunya baru masuk setelah fardu dilaksanakan. Namun, diperbolehkan menunda rawatib yang dilakukan sebelumnya (rawatib qabliyah), bukan sebagai pilihan utama, tetapi diperbolehkan; karena waktunya terus berlanjut seiring waktu fardu. Bisa juga seseorang memilih untuk menundanya jika sudah hadir saat ikamah dikumandangkan.[4]

Jika terlewat empat rakaat sebelum Zuhur

Secara khusus, praktik Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam apabila terlewat melaksanakan empat rakaat sebelum Zuhur, beliau mengerjakannya setelah salat Zuhur.

Dari Aisyah radhiyallahu ‘anha,

إن النبي كان إذا لم يصل أربعاً قبل الظهر؛ صلاهن بعدها

Sesungguhnya Nabi, apabila tidak melaksanakan empat rakaat sebelum Zuhur, beliau mengerjakannya setelahnya.” (HR. Tirmidzi no. 426 dan Ibnu Majah no. 1158. Syekh Muhammad Umar Bazmul menyatakan hadis ini hasan)
Hadis ini menunjukkan bahwa siapa pun yang terlewat melaksanakan empat rakaat sebelum Zuhur, maka ia dapat mengerjakannya setelah salat fardu Zuhur. [5]

Jika terlewat dua rakaat setelah Zuhur

Ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam tersibukkan dari dua rakaat setelah Zuhur, maka beliau mengganti keduanya setelah salat Asar.

Diriwayatkan dari Kuraib, mantan budak Ibnu Abbas, dalam sebuah hadis yang panjang, disebutkan bahwasanya Rasulullah melaksanakan salat dua rakaat setelah salat Asar. Ketika ditanya tentang hal tersebut, beliau bersabda,

يا بنت أبي أمية! سألت عن الركعتين بعد العصر؟ إنه أتاني ناس من عبد القيس بالإسلام من قومهم، فشغلوني عن الركعتين اللتين بعد الظهر، فهما هاتان

Wahai putri Abu Umayyah! Engkau bertanya tentang dua rakaat setelah Asar? Sebenarnya tadi beberapa orang dari Bani ‘Abdil Qais datang kepada kami untuk menerima Islam, dan mereka menyibukkanku dari dua rakaat setelah Zuhur, maka inilah (pengganti) keduanya.” (HR. Bukhari no. 1233 dan Muslim no. 834, dan ini adalah redaksi Muslim). [6]

Demikian, semoga Allah memberikan taufik kepada kita semua untuk senantiasa menjaga dan mengamalkan sunah-sunah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, serta menjadikannya sebagai pemberat amal kebaikan di akhirat kelak.

***

Rumdin PPIA Sragen, 3 Jumadilawal 1446 H.

Penulis: Prasetyo Abu Ka’ab


Artikel asli: https://muslim.or.id/100492-fikih-salat-sunah-rawatib-dzuhur.html