Jahil Basit dan Jahil Murakkab
Jahil artinya bodoh, yaitu tidak tahu atau tidak mengetahui. Jahil adalah lawan dari ilmu, yaitu berilmu atau mengetahui. Jahil ada dua macam: jahil basit dan jahil murakkab. Jahil basit yaitu tidak ada pengetahuan sama sekali. Dan apabila dinisbatkan kepada orangnya, orang yang jahil basit yaitu orang yang mengetahui bahwa dirinya bodoh (tidak tahu), dan tidak mengklaim atau menganggap dirinya berilmu (mengetahui). Adapun jahil murakkab yaitu keyakinan teguh yang tidak sesuai dengan kenyataan[1], yaitu membayangkan sesuatu yang diketahui dan mempercayainya, padahal tidak sebagaimana adanya atau tidak sesuai dengan kenyataan. Dan apabila dinisbatkan kepada orangnya, orang yang jahil murakkab yaitu orang yang bodoh (tidak tahu), tetapi berperilaku dan menganggap dirinya orang yang berilmu (mengetahui).[2]
Contoh orang yang jahil basit adalah apabila ada orang bertanya kepadanya, “Ada berapa rukun iman?”, dia menjawab, “Aku tidak tahu.”, maka ini dinamakan jahil basit. Adapun contoh orang yang jahil murakkab adalah apabila ada orang bertanya kepadanya, “Ada berapa rukun iman?”, dia menjawab, “Ada 4, yaitu syahadat, shalat, zakat, dan puasa.”, maka ini dinamakan jahil murakkab. Sehingga di dalam jahil murakkab ini terkandung 2 unsur sekaligus, yaitu bodoh (tidak tahu) atas sesuatu dan bodoh (tidak tahu) bahwa dirinya bodoh.
Syekh Ibnu Utsaimin rahimahullah dalam syarahnya Al-Ushul min ‘Ilmil Ushul membawakan kisah Al-Hakim Tauma dan keledainya untuk menggambarkan dua jenis kejahilan ini. Al-Hakim Tauma adalah orang jahil yang tidak merasa bahwa dia jahil. Sehingga ia sering kali berfatwa dan berbicara masalah agama tanpa ilmu. Di antara kejahilan Al-Hakim Tauma adalah ia memfatwakan bolehnya para orang tua bersedekah dengan anak perempuannya kepada para lelaki jomblo. Ia menganalogikan (menyamakan) sedekah anak perempuan ini seperti sedekah uang kepada orang fakir.
Disebutkan bahwa ia berkata,
تصدق بالبنات على البنين يريد بذاك جنات النعيم
“Bersedekahlah dengan anak-anak perempuan kalian, untuk para pemuda, niatkan itu untuk mengharap surga yang penuh nikmat.”
Lihatlah ia berfatwa tanpa ilmu, namun merasa telah mengajarkan kebaikan. Karena kejahilannya ini, seorang penyair membuat syair tentangnya,
قال حمار الحكيم توما لو أنصف الدهر كنت أركب
لأنني جاهل بسيط و صاحبي جاهل مركب
“Keledainya Al-Hakim Tauma berkata, ‘Andaikan zaman itu adil, tentu aku yang menungganginya karena aku jahil basit, sedangkan pemilikku jahil murakkab.’ ”
Maka, baik jahil basit maupun jahil murakkab keduanya sama-sama tercela, tetapi lebih tercela lagi dan sesat bisa menyesatkan adalah para pelaku jahil murakkab ketika berbicara dalam perkara agama. Semoga Allah Ta’ala melindungi kita dari ke-jahil-an dan berbicara tanpa ilmu. Amin.
***
Penulis: Junaidi, S.H., M.H.
Artikel asli: https://muslim.or.id/97377-jahil-basit-dan-jahil-murakkab.html